Khalifah kaum
muslimin yang ketiga Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu jika melihat
perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi
jenggotnya.Suatu hari ada seorang yang bertanya:
“Tatkala mengingat surga dan neraka
engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya liang kubur
adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)nya maka
perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari
(siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi,
beliau berkata, “hasan gharib”. Syaikh al-Albani menghasankannya dalam Misykah
al-Mashabih)
Bagaimanakah
perjalanan seseorang jika ia telah masuk di alam kubur? Hadits panjang al-Bara’
bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim
dan Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan para manusia di alam kuburnya:
Suatu hari kami mengantarkan jenazah
salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar.
Sesampainya di perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam
di sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya
ke tanah, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah
perlindungan kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua
atau tiga kali.
Kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya seorang yang beriman sudah
tidak lagi menginginkan dunia dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut),
turunlah dari langit para malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari.
Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling
mukmin tersebut sejauh mata memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut
nyawa dan mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut
nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput
ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari
tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah
kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam
sekejap mata diserahkan kepada para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu
dibungkus dengan kafan surga dan diberi wewangian darinya pula. Hingga
terciumlah bau harum seharum wewangian yang paling harum di muka bumi.
Kemudian nyawa yang
telah dikafani itu diangkat ke langit. Setiap melewati sekelompok malaikat di
langit mereka bertanya, ‘Nyawa siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa
fulan bin fulan’, jawab para malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan
namanya yang terbaik ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia mereka
meminta izin untuk memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada
di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka
sampai di langit ketujuh. Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku
ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi,
karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan kepadanyalah Aku akan
kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku bangkitkan.’
Lalu nyawa tersebut
dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas datanglah dua orang malaikat yang
memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku
adalah Allah’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’,
‘Agamaku Islam’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang
telah diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam” jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca
Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’. Tiba-tiba terdengarlah
suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar! Maka hamparkanlah
surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu bukakanlah pintu ke arahnya’.
Maka menghembuslah angin segar dan harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu
kuburannya diluaskan sepanjang mata memandang.
Saat itu datanglah
seorang (pemuda asing) yang amat tampan memakai pakaian yang sangat indah dan
berbau harum sekali, seraya berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah
dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu
menandakan kebaikan’. ‘Aku adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun
berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin
bertemu dengan keluarga dan hartaku.
Adapun orang kafir, di saat dia dalam
keadaan tidak mengharapkan akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi,
turunlah dari langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori
kasar. Lalu mereka duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut
nyawa dan duduk di arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina
keluarlah dan jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir
tadi ‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi
mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi
beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di
tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka
hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain
mori kasar. Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di
muka bumi.
Lalu nyawa tadi
dibawa ke langit. Setiap mereka melewati segerombolan malaikat mereka selalu
ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin
fulan’ jawab mereka dengan namanya yang terburuk ketika di dunia. Sesampainya
di langit dunia, mereka minta izin untuk memasukinya, namun tidak diizinkan.
Rasulullah membaca firman Allah yang artinya:
“Tidak akan dibukakan bagi mereka
(orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga,
sampai seandainya unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)
Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah
namanya di dalam Sijjin di bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan
hina dina). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah yang
artinya:
“Barang
siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh
dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang
jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)
Kemudian nyawa tadi
dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang
mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’
jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak
tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus
untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan
dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan
pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam
kuburannya. Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah
dan) menancap satu sama lainnya.
Tiba-tiba datanglah seorang yang
bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya
berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang
telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau?
Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai
Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan
dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul
Janaiz hal. 156)
Itulah dua model
kehidupan orang yang telah masuk liang kubur. Jika kita menginginkan untuk
menjadi orang yang dibukakan baginya pintu ke surga dan diluaskan liang
kuburnya seluas mata memandang maka mari kita berusaha untuk memperbanyak untuk
beramal saleh di dunia ini.Suatu amalan tidak akan dianggap saleh hingga
memenuhi dua syarat:
- Ikhlas
- Sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Banyak sekali
dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang merupakan landasan dua syarat di atas.Di antara dalil syarat
pertama adalah firman Allah ta’ala: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5) Di antara dalil
syarat kedua adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barang siapa yang melakukan suatu
amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya (III/1344 no 1718))
Allah menghimpun dua syarat ini dalam
firman-Nya di akhir surat Al-Kahfi:
“Barang siapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Maka mari kita
manfaatkan kehidupan dunia yang hanya sementara ini untuk benar-benar beramal
saleh. Semoga kelak kita mendapatkan kenikmatan di alam kubur serta dihindarkan
dari siksaan di dalamnya, amin.Wallahu ta’ala a’lam, wa shallallahu ‘ala
nabiyyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.