Malampun semakin larut,hembusan anngin malam terasa
seperti menusuk-nusuk tulangku.Ini memang malam pertamaku di puncak
Bogor.Karena libur panjang aku putuskan untuk berkunjung ke fila pamanku
ini.Menikmati udara puncak yang masih segar yang tak pernah aku temukan di kota
Jakarta kota dimana aku tinggal dan dibesarkan disana.Radit adalah namaku yang
diberikan kedua orang tuaku ketika aku lahir 16 tahun yang lalu.Aku adalah anak
pertama dari dua bersaudara.Adiku Nita 3 tahun lebih muda dari usiaku saat
ini.Dia masih duduk di kelas 2 SMP sedangkan aku kelas 2 di sebuah SMA ternama
di Jakarta.
Ternyata
perjalananku tadi siang cukup melelahkan,meski sempat terhibur dengan panorama
indah disepanjang jalan menuju puncak,tapi badanku masih terasa pegal.Mungkin
karena sempat macet berjam-jam juga disana.”ah…Lebih baik aku hilangkan rasa
lelah ini dengan berendam menggunakan air hangat” pikirku.Ku buka seluruh
pakaian yang ku kenakan dan mengambil handuk yang kubawa di tas ranselku.Bath
tub telah terisi air hangat saatnya melepas lelah dengan berendam sambil ku putar music kesukaanku.Semua rasa lelah
seperti tertinggal di rendaman air hangat tadi.Terasa ada sesuatu yang aneh di
kamar mandi ini,tapi sengaja tak ku hiraukan.Aku segera meraih handuk dan
kubelitkan di pinggangku.Setelah selesai ganti baju kulangkahkan kakiku ke
kamar Nita adik perempuan kesayanganku.
Jam menunjukan
pukul 11:30 malam dan aku lihat Nita sudah tertidur pulas tak seperti waktu di
rumah mungkin karena kelelahan juga.Aku tak tega membangunkannya,meski
sebenarnya aku butuh teman ngobrol sebelum aku pergi untuk tidur.Aku tutup
kembali kamar Nita dan aku sandarkan tubuhku di depan pintu kamarnya.Tapi
tiba-tiba ada perasaan takut,dibarengi dengan berdirinya bulu kudukku saat
hembusan angin menyapaku dari lorong gelap di samping kamar mandi.Segera ku
ayunkan langkahku dengan cepat menuju kamarku,ku tarik selimut dari ujung kaki
ke ujung kepala.
Perasaan itu
kembali muncul,seperti ada mata yang mengawasiku dari balik jendela kamarku.Apalagi angin
malam semakin dingin,makin menambah Susana horror saja.Aku pejamkan erat-erat
kedua mataku,mencoba menghilangkan aura negative yang semakin terasa.”Sialan
mala mini terasa begitu lama” celetukku dalam hati.Dan entah mengapa selimutku
terasa menjadi pendek,hingga saat aku tarik ke arah muka kakiku jadi tak berselimut begitu juga
sebaliknya.Sementaara itu detak jam dinding terdengar begitu jelas seperti
bersautan dengan detak jantungku yang semakin cepat.Darahku berdesir ketika aku
merasakan kakiku begitu dingin,seperti ada bongkahan es disana.
Selimutku
tersingkap,kembali aku dikejutkan dengan sosok pria bertubuh hitam legam,besar
serta tinggi tepat berada di atas mukaku.Aku menjerit ketakutan tapi sedikitpun
suara tak bisa kuucapkan.Mungkin sosok inilah yang disebut Gendurwo atau
apalah,aku tak pedulikan saat itu.Seketika tubuhku kaku tak bisa berbuat
apa-apa.Mulutpun terasa seperti terkunci untuk meneriakkan kata tolong.Nafasku
benar-benar sesak dibuat mahluk halus hitam ini.Tapi perjuangan belum berahir
aku coba membaca ayat Al-Qur-an yang aku bisa,dan mencoba menggerakkan tubuhku
untuk bangun dan lari dari tempat tidurku.Usahaku belum berhasil,mahluk hitam
ini terlalu kuat untukku.Hingga aku pasrah kepada Allah,mungkin ini adalah ahir
hidupku,pikirku dalam hati.Aku membaca ta’awudz sekali lagi sebanyak yang bisa
aku lakukan dan ternyata usahaku berhasil untuk menyingkirkan mahluk keparat
itu.
To Be Continued